Baca Juga
Pengertian Asbabun Nuzul dan Manfaatnya, Turunnya al-Qur'an terbagi kepada dua bagian: Pertama diturunkan tanpa sebab atau pertanyaan sebelumnya. Kedua, diturunkan setelah adanya kasus (sebab) atau pertanyaan. Asbaabun-Nuzul adalah ilmu Al-Qur'an yang membahas mengenai latar belakang atau sebab-sebab suatu atau beberapa ayat al-Qur'an diturunkan. Manfaat mengetahui asbab nuzul (Sebab-sebab turunnya) diantaranya : mengetahui segi hikmah yang mendorong penetapan hukum, mengungkap makna dan menghapuskan kemusykilannya. Ibnu Taimiyah mengemukakan bahwa mengetahui asbabun nuzul suatu ayat al-qur'an dapat membantu kita memahami pesan-pesan yang dikandung ayat tersebut plus memberikan dasar yang kokoh dalam menyelami kandungan ayat.
Jadi, mengetahui sebab turunnya suatu ayat adalah cara yang terbaik untuk memahami makna al-Qur'an yang komprehensip.
Ambil contoh misalnya, orang yang membolehkan minum khamar berdalil dengan firman Allah:
Ambil contoh misalnya, orang yang membolehkan minum khamar berdalil dengan firman Allah:
Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan ... (Q.S. Al-Ma'idah: 93).
Pengertian Asbabun Nuzul dan Manfaatnya
Seandainya mereka mengetahui sebab turunnya ayat ini, niscaya tidak akan berpendapat demikian (membolehkan minum khamar). Sebab turunnya ayat ini ialah bahwa ketika khamar diharamkan, mereka bertanya bagaimana dengan orang-orang yang meninggal sebelum ayat ini turun ? Maka diturunkanlah ayat tersebut.
Contoh lain ialah firman Allah:
فَأَيۡنَمَا تُوَلُّواْ فَثَمَّ وَجۡهُ ٱللَّهِۚ
maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah.... (Q.S. al-Baqarah: 115).
Kalau mengikuti penunjukan lafadnya maka orang yang shalat tidak wajib menghadap kiblat baik dalam safar maupun tidak. Tetapi setelah mengetahui sebab turunnya ayat ini, nyatalah bahwa ia dimaksudkan bagi orang yang shalat sunat dalam safar atau bagi orang yang shalat dengan tidak mengetahui arah kiblat.
#Kaidahnya Berlaku Umum
Para ulama ushul fiqih berselisih pendapat: apakah yang teranggap itu keumuman lafadznya atau kekhususan sebabnya? Pendapat yang lebih kuat dan benar ialah pendapat yang pertama. Karena telah turun beberapa ayat berkenaan dengan beberapa sebab tertentu tetapi hukumnya berlaku bagi selain sebab-sebab tersebut. Seperti turunnya ayat zhihar pada kasus Salmah bin Shakhr, ayat li'an pada kasus Hilal bin Umayah dan ayat haddul qadzaf berkenaan dengan para penuduh Aisyah. Semua hukum tersebut berlaku juga untuk selain mereka di setiap zaman dan tempat. Jadi, sebabnya mungkin bersifat khusus tetapi ancamannya bersifat umum, meliputi setiap orang yang melakukan kejahatan serupa. Ibnu Abbas pernah ditanya tentang ayat: " Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya" apakah ayat ini umum atau khusus? ia menjawab: Umum.
#Bersumber Dari Sahabat Yang Menyaksikan
Tidak boleh mengatakan tentang asbab-nuzul kecuali dengan riwayat dan mendengar dari orang yang menyaksikan penurunan dan mengetahui sebab-sebabnya. Para sahabat dapat mengetahui asbab-nuzul melalui konteks atau indikasi yang berkaitan dengan persoalan. Apabila sebagian sahabat tidak dapat memastikannya maka biasanya ia akan mengatakan: "Aku mengira ayat ini turun menyangkut masalah ini atau itu." Dan apabila seorang sahabat yang menyaksikan turunnya wahyu mengabarkan tentang suatu ayaat al-Qur'an bahwa ia turun mengenai sesuatu misalnya, maka ia merupakan hadits musnad.
Adanya beberapa riwayat yang menyebutkan peristiwa-peristiwa masa lalu seperti penyebutan kisah kaum Nabi Nuh, 'Ad, Tsamud, Pembangunan Ka'bah dan sebagainya, tidak dapat dimasukkan ke dalam asbab-nuzul.
#Jika Ada Periwayatan Lebih Dari Satu
1. Apabila para mufasir menyebutkan beberapa sebab nuzul bagi satu ayat, maka untuk memastikannya harus diperhatikan ungkapan periwayatannya. Jika disebutkan dengan ungkapan: "Ayat ini turun mengenai masalah ini" sementara riwayat lain mennyebutkan dengan ungkapan: "Ayat ini turun mengenai masalah ini dengan menyebutkan pula masalah lain", maka yang terakhir ini dimaksudkan sebagai penafsiran, bukan menyebutkan asbab nuzul. Tetapi jika disebutkan dengan ungkapan: "Ayat ini turun mengenai masalah ini", sementara itu riwayat lain menyebutkan sebab nuzul yang lain secara tegas, maka yang dianggap adalah yang kedua, karena yang pertama hanya merupakan istibath. Misalnya, Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata:"Ayat (artinya): Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam," dimaksudkan untuk orang yang mendatangi isterinya di duburnya, sementara itu riwayat dari Jabir menyebutkan sebab yang lain secara tegas. Maka yang mu'tamad dalam hal ini adalah hadits Jabir, karena ia bersifat naql, sedangkan perkataan Ibnu Umar tersebut merupakan istinbath darinya.
2. Jika ada dua riwayat yang menyebutkan sebab nuzul yang berlainan maka yang mu'tamad ialah riwayat yang sanadnya lebih shahih dan kuat ketimbang yang lain. Jika kedua sanadnya sederajat maka dikuatkan riwayat yang perawinya menyaksikan kasus dan kisah. Jika tidak mungkin dilakukan tarjih (dipilih yang lebih kuat) maka dikategorikan d dalam ayat yang memiliki beberapa sebab nuzul dengan terulangnya kasus dan peristiwa.
#Nuzul Mendahului Hukum Dan Sebaliknya
1. Ada beberapa nuzul ayat yang mendahui hukumnya, seperti firman-Nya dalam surat al-A'la:
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri [dengan beriman], (14) dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. (15)
Ayat ini Makiyah dan berkenaan dengan zakat fitrah, padahal puasa diwajibkan di Madinah.
Firman Allah dalam Surat al-Balad:
Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini [Mekah], (1) dan kamu [Muhammad] bertempat di kota Mekah ini, (2)
Surat ini Makiyyah, sedangkan "Pendudukan" tersebut baru terjadi pada Fathu Makkah di tahun ke delapan hijrah sehingga Rasulullah saw. bersabda: "Dihalalkan bagiku sesaat di siang hari".
Firman Allah: Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang. (Q.S. al-Balad: 45).
Umar bin Khattab berkata: "Kemudian aku bertanya: golongan yang manakah yang dimaksudkan? Maka ketika terjadi perang Badr dan kaum Musyrikin kalah, aku melihat Rasulullah saw. berada di tempat bekas peperangan itu seraya menghunus pedang dan mengucapkan (artinya): "Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka kan mundur ke belakang". Jadi, ayat ini berkenaan dengan perang Badr.
2. Contoh tentang hukum yang mendahului nuzul, misalnya ayat wudhu. Dari 'Aisyah r.a., ia bekata: "Kalungku pernah jatuh di padang pasir padahal kami sedang memasuki kota Madinah, maka Rasulullah saw. berhenti dan turun beristirahat, kemudian beliau meletakkan kepalanya di pangkuanku seraya tidur, lalu datanglah Abu Bakar r.a. dan menamparku dengan satu kali tamparan kuat seraya berkata: kamu telah menghentikan orang-orang karena sebuah kalung". Kemudian Rasulullah saw. terjaga ketika ketika waktu shubuh telah tiba, lalu beliau mencari air wudhu tetapi tidak mendapatkannya, maka turunlah ayat (artinya):"Wahai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak mengerjakan shalat..." sampai kepada firman-Nya:"... Supaya kamu bersyukur".
Ayat ini sesuai kesepakatan para ulama, Madaniyah, sedangkan kewajiban wudhu telah ditetapkan di makkah bersamaan dengan kewajiban shalat.
@Yang Diturunkan Terpisah dan Sekaligus
Sebagian besar surat-surat al-Qur'an diturunkan secara terpisah, diantaranya suraat al-'Alaq (Iqra'); surat ini diturunkan perkama kali sampai kepada ayat kelima (maa lam ya'lam). Diantara surat yang diturunkan sekalgus ialah al-Fatihah dan al-Ikhlash, bahkan surat an-Nas dan al-Falaq turun bersamaan. Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata: "Rasulullah saw. bersabda:'Surat al-An'am diturunkan kepadaku sekaligus diiringi 70 ribu Malaikat.'".
@Yang Diulang Penurunannya
Kadang-kadang sebuah ayat diulang-ulang penurunannya utnuk peringatan dan nasihat. Diantarnaya ialah akhir surat an-Nahl dan awal surat ar-Rum. Satu nash Qur'an kadang-kadang turun dua kali untuk mengagungkan urusannya dan mengingatkan ketika terjadi sebabnya atau kekhawatiran melupakanya, seperti ayat ruh, juga al-Ikhlas, ia diturunkan di Makah sebagai jawaban bagi Kaum Musyrikin (Quraisy) dan diturunkan lagi di Madinah sebagai jawaban bagi kaum Yahudi.
Hikmah diulangnya penurunan ini ialah karena timbulnya pertanyaan aatau kasus yang menurut penurunan lagi ayat tersebut, kemudian ayat itu diturunkan kembali kepada Rasulullah saw. sebagai peringatan bagi mereka. Seperti firman Allah (artinya): Tidaklah sepatutunya bagi Nabi dan orang-orang beriman....(Q.S.at-Taubah:113).
Diulangnya penurunan ini berkemungkinan juga karena ia termasuk huruf-huruf (segi qira'at yang ada-red) yang harus dibaca atas dua bacaan atau lebih. Diriwayatkan dari Nabi saw.:
"Sesungguhnya Rabbku mengutus kepadaku agar aku membaca al-Qur'an atas satu huruf, kemudian aku minta kembali agar ia meringankan pada umatku, maka ia mengutus kepadaku agar aku membacanya atas dua huruf, lalu aku minta kembali agar ia meringankan kepada umatku maka ia mengutus kepadaku agar aku mamebacanya atas tujuh huruf." (H.R.Muslim dari Ubay bin Ka'ab). Hadits ini menunjukkan bahwa al-Qur'an tidak diturunkan sekali saja tetapi ada yang diturunkan beberapa kali. Diantaranya ialah, sebagaimana disebutkan di dalam riwayat terdahulu, surat al-Fatihah: ia diturunkan dua kali (di Makah dan Madinah).Ini berkemungkinan juga karena pada penurunan yang kedua ia diturunkan dengan segi-segi qira'at yang lainnya, seperti ملك dan مالك , الصراطdan السرات.
Contoh
Contoh
Asbaabun Nuzul Surah An-Nas dan Al-Falaq
Dalam suatu riwayat dikemukakan Bahwa Rasulullah saw. pernah mengalami sakit parah, maka datanglah kepada beliau dua Malaikat, yang satu duduk di sebelah kepala beliau dan yang satu lagi di sebelah kaki beliau. Berkatalah Malaikat yang yang duduk di sebelah kaki beliau kepada Malaikat yang duduk di sebelah kepala beliau: "Apa yang engkau lihat?" Ia menjawab: "Beliau terkena guna-guna" Dia bertanya lagi: "Apa guna-guna itu?" Ia menjawab: "Guna-guna itu sihir!" Dia bertanya lagi: "Siapa yang membuat sihir?" Ia menjawab: "Labid bin al-A'sham al-Yahudi, yang sihirnya berupa gulungan yang disimpan di dalam sumur keluarga si anu di bawah sebuah batu besar. Datanglah ke sumur itu, timbalah airnya dan angkat batunya, kemudian ambillah gulungannya dan bakarlah. Pada pagi harinya Rasulullah saw. mengutus 'Amar bin Yasir dan kawan-kawannya. Setibanya di sumur itu, tampaklah airnya merah seperti air pacar. Air itu ditimbanya, dan diangkat batunya, serta dikeluarkan gulungannya kemudian dibakar. Ternyata di dalam gulungan itu ada tali yang terdiri atas sebelas simpul. Kedua surah ini.(Q.S. 113 dan 114) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut. Setiap kali Rasulullah saw. mengucapkan satu ayat, terbukalah simpulnya. [Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam kitab Dalaa-ilun Nubuwwah, dari al-Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu Abbas].
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum Yahudi membuatkan makanan untuk Rasulullah saw., Setelah memakan makanan itu, tiba-tiba Rasulullah sakit keras, sehingga shahabat-shahabatnya mengira bahwa penyakit itu timbul akibat perbuatan Yahudi itu. Maka turunlah Jibril membawa dua surah ini (Q.S. Al-Falaq dan An-Nas) serta membacakan ta'awwudz. Seketika itu juga Rasulullah keluar menemui shahabat-shahabatny dalam keadaan sehat wal-afiat.[Diriwayatkan oleh Abu Nuaim di dalam Kitab ad-Dalaa-il, dari Abu Ja'far ar-Razi, dari ar-Rabi bin 'Anas, yang bersumber dari Anas bin Malik].
EmoticonEmoticon